Ber-Idulfitri dengan Kesederhanaan dan Tidak Berlebih-lebihan

Ramadhan 1428 H sudah sampai pada penghujung dan kita masuk pada 1 Syawal 1428 H yakni Idulfitri atau di Indonesia disebut juga lebaran. Walaupun dalam ajaran Islam dikenal dua hari raya yakni Hari Raya Kurban atau Idul Adha dan Idulfitri namun di Indonesia, Idulfitri dirayakan lebih meriah ketimbang Idul Adha.Seperti biasa, kita menyambut kehadiran Idulfitri dengan sukacita. Suasana sukacita itu tidak hanya terlihat pada golongan atau strata masyarakat tertentu saja, tapi semua golongan, tua-muda, miskin ataupun kaya.

Pada Idulfitri, semua berbaur menjadi satu untuk merayakan ‘hari kemenangan’ setelah berhasil melewati ujian sebulan penuh untuk melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Idulfitri dinilai sebagai hari terlahirnya kembali setiap manusia dalam keadaan suci. Siapapun boleh merayakan hari kemenangan ini, tapi ada satu hal yang perlu diingat, jangan sampai apa yang telah kita lakukan sebulan penuh itu menjadi sia-sia belaka.

Seperti kita lihat saat Ramadhan, berbondong-bondong umat Islam memenuhi masjid, mushalla dan surau untuk melaksanakan ibadah baik yang wajib maupun sunat. Kita harapkan keadaan seperti itu tidak hanya terjadi saat Ramadhan saja. Setelah Ramadhan rumah-rumah ibadah umat Islam diharapkan tetap dipenuhi oleh umat yang melaksanakan ibadahnya.

Demikian pula kebersamaan yang telah tercipta selama Ramadhan ini diharapkan dapat tetap dipertahankan pasca lebaran. Sikap tolong-menolong yang selama sebulan ini bisa berhasil dibina ke depan diharapkan menjadi lebih baik lagi. Rasa kesetiakawanan sosial dalam bentuk memberikan bantuan kepada masyarakat kurang mampu yang sebulan terakhir terlihat dimana-mana, diharapkan tidak hanya terjadi saat itu saja namun ke depannya tetap bisa dilakukan terutama saat ini dimana krisis ekonomi masih melanda negara kita yang mengakibatkan sebagian dari kita tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.

Satu hal yang juga perlu kita ingat, jangan sampai karena kita terlalu sukacita menyambut datangnya Idulfitri ini membuat kita lupa diri. Lupa diri dalam arti terlalu berlebih-lebihan dalam merayakan Idulfitri itu. Boleh saja kita merayakannya dengan membeli sesuatu yang baru atau menyediakan makanan yang lebih mewah dibanding biasanya. Tapi apa yang kita perbuat itu sebaiknya jangan sampai berlebih-lebihan atau memaksakan diri. Jika tidak mampu sebaiknya jangan memaksakan diri dengan meminjam atau menghutang sebab nantinya juga harus kita kembalikan.

Demikian juga dengan mudik. Tidak puas rasanya apabila kita tidak merayakan Idulfitri bersama dengan sanak saudara di kampung halaman, ada sesuatu yang tidak lengkap rasanya. Jika kita memang memiliki dana dan kesempatan untuk itu, tidak salahnya kita melaksanakan tradisi untuk berlebaran bersama dengan sanak keluarga di kampung halaman. Tapi jika dana tidak memungkinkan untuk itu atau memang tidak punya kesempatan karena alasan pekerjaan dan sebagainya sebaiknya jangan terlalu memaksakan diri. Kalau tidak bisa tahun ini, insya Allah tahun depan masih bisa dilakukan.

Terlepas dari itu semua yang perlu diingatkan adalah rayakanlah Idulfitri dengan sederhana, hindarilah dari perbuatan yang tidak baik seperti ngebut-ngebutan di jalan, mabuk-mabukan dan sebagainya yang tidak baik tidak hanya bagi diri kita sendiri namun masyarakat di sekitar kita. Perbanyaklah doa atau melakukan hal-hal yang sifatnya baik terutama dengan membantu tetangga atau handai taulan yang nasibnya kurang baik jika dibanding dengan keluarga kita. Selamat Idulfitri, mohon maaf lahir dan bathin.


Read more!